Doa
Pedangnya orang mukmin, pedang kadangkala ada yang tajam dan ada yang berkarat
bahkan tumpul,
Ada
sebuah wasiat yang dulu disampaikan oleh Pak de Ali almarhum ( foto yang ada
dipostingan blog ini ), beliau adalah suami dari bu lek fatimah ( anak dari KH. Abdul
Muhith, yang beberapa bulan lalu meninggal ), Pak de ali adalah kyai besar di
salatiga, mendirikan ponpes Annida di salatiga.
Tepat
beberapa hari sebelum pak de ali meninggal, saya dan keluarga berkunjung ke
salatiga, satu persatu dari keluarga dipanggil, dan diberi wasiat secara
privat, ya privat, bukan kelompok atau rombongan. entahlah apakah ini tradisi
para kyai atau gimana, sebelum mereka meninggal, mereka memanggil keluarga atau
muridnya satu persatu. dulu ketika Kyai Abdul Muhith sebelum meninggal konon
memanggil satu persatu muridnya, dan diberi wasiat secara khusus juga, yang
saya tau infonya Kyai ihsan dan kyai nasrah yang sempat diberi wasiat khusus.
kembali
ke cerita awal, diruangan itu cuma ada beliau, pak de ali dan saya, beliau
dalam kondisi tiduran dan lemah, beliau tanya, piye nang kuliahmu, dan dimana
terus mau kemana. lalu beliau cerita, " mi, reti nggak, angger dini opo
meneh angger bodo, kenopo wong dong akeh mrene dong njaluk dongo?" ( tau
nggak kenapa tiap hari apalagi kalo lebaran, banyak orang yang datang ke sini
minta doa), sebagaimana kita tau, kyai-kyai besar hampir tiap hari apalagi tiap
lebaran, dari pagi sampai sore, banyak yang datang berkunjung minta doa, kalo
di kudus, tempat kyai ulin dan ulil tiap lebaran pasti ramai.
Pak
de ali, pun melanjutkan ceritanya, dan membuka semua rahasinya, kalo diringkas
seperti ini, dulu waktu beliau mondok di ma'ahid, pesantren milik mertuanya
yaitu mbah muhith, tidak pernah sama sekali berani mengambil barang-barang/
makanan yang bukan haknya, meskipun itu barang remeh. "ojo geman mangan
sing nggk hak mu", beliau menceritakan, bahkan hanya sejumput garam dan
kecap milik temannya, beliau nggk berani ngambil, kita tau zaman dulu makan
hanya ditaburi garam dan dikasih kecap. jadi pas lagi makan, dan beliau cuma
ada nasi, dan dilemari atas ada barang yang terkesan remeh ( garam/kecap) dan
itu milik temannya, beliau nggk berani ambil, jika belum dapat izin dari
temennya, meskipun beliau bisa ngambil dan izinnya kemudian, karena beliau
nggak tau apa sempet minta izin, jika ternyata tiba-tiba maut datang.
Tirakat
yang beliau lakukan selama hidup ini, yang menjadikan doa beliau selalu tajam,
tak pernah tumpul.
cerita
ini, tentulah sama dengan hadis nabi yang menceritakan tentang musafir yang doa
nya sukar tembus ke langit karena ada barang haram yang melekat dalam tubuhnya.
cerita
ini juga sesuai dengan, wasiat nabi ke saad bin waqqosh, jika ingin menjadi
pribadi yang doanya selalu mustajab.
tinggal
kita lah sendiri, mau menumpulkan doa kita atau berusaha selalu menajam pedang
doa, kita sudah diberi modal "pedang doa" oleh Allah, kitalah yang
menjaga pedang tersebut agar senantiasa tajam dan tak berkarat.
tapi
terkadang kita "mengkaratkan" pedang tadi, dengan mengambil sesuatu
yang remeh atau sepele yang tidak atau belum menjadi hak kita, misal kecil,
jika kita ada disebuah lembaga atau perusahaan, ngambil 1 lembar kertas, tapi
digunakan bukan untuk urusan pekerjaan, misal untuk corat coret catatan bukan
yang terkait pekerjaan di lembaga tersebut, untuk kepentingan pribadi misalnya,
itu sudah dzalim. ya 1 lembar kan remeh, tapi itu dapat menumpulkan ketajaman
pedang doa tadi ( ingat cerita seorang khalifah yang mematikan penerangan di
rumahnya, ketika ada tamu yang berkonsultasi masalah pribadi, bukan negara ),
memang sulit, tapi itulah cara menjaga agar pedang doa itu selalu tajam.
Mulai
hari ini, semoga kita semua mampu manjaga dan menajamkan kembali pedang doa
kita, Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar